Kamis, 23 Februari 2023

Cerita pendek berjudul pangapunten diciptakan oleh zumrotus

 PANGAPUNTEN

22 Januari 1968 lahirlah putri dari Sri Asmiranti dengan Ki Tejo, pria tua yang miskin. Mereka menamai putrinya dengan nama Dewi Kopi karena kulitnya yang sangat eksotis. Berbanding terbalik dengan Sri Asmiranti yang kulitnya putih. Mereka berdua adalah penduduk desa Asmorejo, desa kecil nan kuno.

Asmiranti dulunya adalah kembang desa yang banyak direbutkan oleh kalangan menengah ke atas seperti Boru, konglomerat desa Asmorejo. Boru adalah saudagar pemarah yang gemar menyendiri di pantai di tengah malam untuk membayangkan paras Asmiranti dan menikmati indahnya rasi bintang. Sifatnya yang pemarah disebabkan supaya karyawannya memiliki etos kerja yg unggul. Asmiranti memilih menikah dengan Ki Tejo dikarenakan entah mengapa Asmiranti merasa sesuatu yang berbeda ketika bersama Ki Tejo, padahal pilihan lain yang lebih baik masih bisa didapatkan oleh Asmiranti.

Ki Tejo, pria miskin tua dan memiliki bahasa yang santun sehingga berhasil menghanyutkan siapapun meskipun pemalas. Ia berhasil mendapatkan hati kembang desa itu yang kini menjadi istrinya. Sangking miskinnya, mereka memiliki uang hanya cukup untuk makan tujuh hari mendatang, dan kini mereka memiliki seorang anak. Bagaimana nasib Dewi Kopi kedepannya? Hanya beras gratisan yang bisa mereka andalkan.

Sejak kecil, Dewi Kopi sudah diperlakukan bak anak kucing yang sebenarnya tak diharapkan kehadirannya. Mak dan bapak adalah nama panggilan yang diberikan Dewi untuk memanggil orang tuanya. Pada suatu hari ketika matahari hendak tenggelam, Dewi Kopi pergi ke sebuah pantai di desanya. Seandainya Dewi Kopi hidup di zaman modern mungkin Dewi akan mengabadikan keindahan matahari tenggelam pada sore hari itu, namun nyatanya tidak seperti itu. Tujuan Dewi Kopi pergi ke pantai adalah untuk mengenang kejadian menyeramkan kala itu.

Kilas balik, tahun 1978 ketika Dewi Kopi berusia 10 tahun. Setiap hari dia selalu mendengarkan keributan antara mak dan bapaknya yang meributkan masalah kebutuhan rumah tangga mereka. Karena ketidak cukupan biaya hidup, tanpa kasihan Asmiranti menyuruh anaknya untuk bekerja serabutan. Dengan usia Dewi Kopi yang masih dini, ia hanya bisa menjual keliling ikan-ikan dari para nelayan dari Juragan Boru.

"Dewi, Juragan Boru memanggilmu," ucap nelayan yang menghampiri Dewi.

Dewi segera menutup dagangannya, "Baik Paman, Dewi akan segera menemuinya."

Setelah sampai di kediaman Boru dan...

BRAK

Dewi Kopi yang ketakutan pun tidak berani menatap wajah Boru yang menyeramkan itu. Sambil terbata-bata Dewi pun angkat bicara, "A a ada apa pak Boru memanggil saya?"

"Kamu ini niat jualan atau cuma main-main Dewi! penjualanmu hari ini hanya segitu. Bisa rugi saya."

"Maaf Pak Boru, besok saya akan mencoba berjualan ke tempat yang lebih jauh lagi."

"Awas saja ya kalau hasilnya masih tetep sama," ancam Boru.

Dewi Kopi pun bergegas meninggalkan tempat Boru dan cukup penat dengan kegiatan hari itu. Setelah sampai di rumah bukannya disambut dengan kesenangan malah Dewi mendapati orang tuanya lagi dan lagi bertengkar mempermasalahkan kebutuhan. Walaupun setiap hari bertengkar, anehnya Asmiranti enggan untuk pisah dengan Ki Tejo.

Dewi Kopi setiap hari bekerja. Dia merasa menjadi babu untuk kedua orang tuanya. Bagaimana tidak, mak dan bapaknya hanya sedikit kontribusinya untuk menghidupi keluarganya. Apalagi Asmiranti yang setiap hari selalu di rumah dan tidak melakukan apa-apa, bahkan pekerjaan rumah sekalipun. Itu semua memang karena Ki Tejo tidak mengizinkannya untuk bekerja dikarenakan tak terima jika istrinya yang cantik itu menjadi kumal dan tidak cantik lagi karena melakukan pekerjaan rumah. Dulu semua pekerjaan rumah dilakukan oleh Ki Tejo, tapi sekarang semua beralih tugas menjadi pekerjaan Dewi Kopi. Sedangkan sekarang Ki Tejo hanya bekerja sesuai mood. Keduanya sekarang hanya mengandalkan anaknya.

"Aaaaaaaa...," teriak Dewi pada pagi hari melihat sosok hitam itu lagi. Namun kali ini sosok hitam itu membawa benda aneh yang hampir saja menyelakakan Dewi.

Oh iya, pada saat umur tepat 5 tahun, Dewi pernah melihat sosok berwarna hitam yang yang pertama kalinya ada di pohon depan rumah Dewi. Namun saat itu dikarenakan Dewi masih anak kecil, dia menangis sepanjang malam sampai-sampai Asmiranti yang notabenya ibu dari Dewi Kopi pun tidak bisa membujuknya sampai ketika ayahnya membawakan minuman aneh untuknya.

Asmiranti bergegas menghampiri Dewi, tetapi tidak dengan bapaknya.

"Kamu kenapa Dewi?," tanya Asmiranti.

"I-itu ada makhluk itu lagi, tapi kali ini ia hampir melukaiku Mak."

Asmiranti berdecak sambil berkata, "ck sakit ini kuping Mak kalau kamu teriak-teriak, pergi ambil minum sana."

"M-maaf Mak"

Meskipun galak, Asmiranti tetep mempunyai kepedulian pada anak kandungnya itu.

Sangking penasarannya sama makhluk itu, pada tengah malam, Dewi Kopi pun menghampiri pohon yang ada didepan rumahnya dan ternyata ia melihat bapaknya menghampiri pohon itu. Dewi mengendap-endap mengawasi Ki Tejo. Malam hari seharusnya suasananya dingin nan sunyi tapi tak menyangka Ki Tejo mendengar suara berisik dari balik kayu-kayu samping rumah yang menunjukkan bahwa Dewi menyenggol tumpukan kayu itu dan terdengar oleh bapaknya.

Tidak sengaja Dewi melihat yang dibawa Ki Tejo ke pohon itu adalah barang-barang mistis yang tujuannya untuk meluluhkan hati seseorang. Apa yang dilakukan Ki Tejo? Tidak menyangka bahwa bapaknya juga melakukan hal seperti itu.

Setelah ketahuan akhirnya Dewi kabur dan dikejar oleh Ki Tejo. Dewi berlari dari rumah menuju pantai sambil berteriak sehingga suara teriakan itu terdengar oleh Asmiranti. Terkejut Asmiranti melihat apa yang ada di depan pohon besar itu. Dan juga ada kertas mantra-mantra segera Asmiranti bakar. Setelah mantra-mantra itu hangus, Asmiranti segera menyusul anak dan bapaknya yang lari entah kemana.

Setelah Dewi sampai disebuah pantai, ia bingung mau lari kemana lagi, sebab ia sudah lemas dan capek. Akhirnya Dewi dan Ki Tejo berhenti dengan jarak yang berjauhan.

"Akhirnya kamu berhenti Anakku," kata Ki Tejo sambil mengepal tangan seakan-akan mau menghabisi anaknya.

"Bapak ngapain tadi Pak?," tanya Dewi sambil ketakutan.

"Itulah ritual Bapak dari dulu supaya mendapatkan kembang desa seperti ibumu hahaha. Kalau tidak seperti itu mungkin kamu tidak akan ada Dewi," jawab Ki Tejo.

Beruntungnya Asmiranti segera membakar jampi-jampi tadi, kalau tidak mungkin sampai kapanpun ia akan hidup dengan pria pemalas dan miskin itu.

"Mau lari kemana kamu Dewi," Ki Tejo berusaha menghabisi anaknya karena takut apa yang anaknya lihat tadi akan disebarkan oleh Dewi dan jika hal itu terjadi maka akan membuat malu Ki Tejo karena berhasil mendapatkan hati Asmiranti dengan cara yang tidak benar.

Ketika melayangkan pukulan pada Dewi tiba-tiba Asmiranti datang dari belakang Ki Tejo dan berdiri dihadapan Dewi, sehingga pukulan itu tidak tepat sasaran.

Boru yang melihat kejadian itu bergegas mengambil kayu dan berniat menyelamatkan Dewi dan Asmiranti. Tanpa sengaja dengan niat membela diri, Boru memukulkan kayu kepada Ki Tejo sehingga menyebabkan Ki Tejo meninggal dunia. Boru segera meminta bantuan kepada anak buahnya untuk menggotong Ki Tejo ke rumah yang ditempati Asmiranti.

Akhirnya Asmiranti, Dewi dan mayat Ki Tejo dibawa kembali pulang ke rumah.

“Pangapunten,” kata yang terucap dari mulut Asmiranti kepada Boru sebab ia menyesal dulu menolak cinta pria baik hati itu yang bahkan selama ini Boru lah yang diam-diam mencukupi kebutuhan mereka dengan mengirim beras seminggu sekali ke rumah Asmiranti. Boru selalu mengutus karyawannya untuk hal pengiriman beras kepada Asmiranti, sehingga Asmeranti tidak mengetahui bahwa beras itu dari Boru. Ia menduga beras gratis yang selama ini adalah kiriman dari pak RT untuk keluarga yang kurang berkecukupan seperti keluarga Asmiranti.

“Terimakasih Mas Boru telah menyelamatkan kami. Kalau tidak, mungkin kami akan terus hidup tersiksa dengan pria tua miskin itu,” lanjut Asmiranti.

(Berasal dari bahasa Jawa, “Pangapunten/Sepurane” keduanya memiliki arti Maaf dalam bahasa Indonesia).

Tak disangka, Juragan yang terlihat galak nan acuh ini ternyata masih peduli dan tidak berpaling terhadap Asmiranti.


Cerita pendek berjudul pangapunten diciptakan oleh zumrotus

  PANGAPUNTEN 22 Januari 1968 lahirlah putri dari Sri Asmiranti dengan Ki Tejo, pria tua yang miskin. Mereka menamai putrinya dengan nama ...