Kamis, 23 Februari 2023

Cerita pendek berjudul pangapunten diciptakan oleh zumrotus

 PANGAPUNTEN

22 Januari 1968 lahirlah putri dari Sri Asmiranti dengan Ki Tejo, pria tua yang miskin. Mereka menamai putrinya dengan nama Dewi Kopi karena kulitnya yang sangat eksotis. Berbanding terbalik dengan Sri Asmiranti yang kulitnya putih. Mereka berdua adalah penduduk desa Asmorejo, desa kecil nan kuno.

Asmiranti dulunya adalah kembang desa yang banyak direbutkan oleh kalangan menengah ke atas seperti Boru, konglomerat desa Asmorejo. Boru adalah saudagar pemarah yang gemar menyendiri di pantai di tengah malam untuk membayangkan paras Asmiranti dan menikmati indahnya rasi bintang. Sifatnya yang pemarah disebabkan supaya karyawannya memiliki etos kerja yg unggul. Asmiranti memilih menikah dengan Ki Tejo dikarenakan entah mengapa Asmiranti merasa sesuatu yang berbeda ketika bersama Ki Tejo, padahal pilihan lain yang lebih baik masih bisa didapatkan oleh Asmiranti.

Ki Tejo, pria miskin tua dan memiliki bahasa yang santun sehingga berhasil menghanyutkan siapapun meskipun pemalas. Ia berhasil mendapatkan hati kembang desa itu yang kini menjadi istrinya. Sangking miskinnya, mereka memiliki uang hanya cukup untuk makan tujuh hari mendatang, dan kini mereka memiliki seorang anak. Bagaimana nasib Dewi Kopi kedepannya? Hanya beras gratisan yang bisa mereka andalkan.

Sejak kecil, Dewi Kopi sudah diperlakukan bak anak kucing yang sebenarnya tak diharapkan kehadirannya. Mak dan bapak adalah nama panggilan yang diberikan Dewi untuk memanggil orang tuanya. Pada suatu hari ketika matahari hendak tenggelam, Dewi Kopi pergi ke sebuah pantai di desanya. Seandainya Dewi Kopi hidup di zaman modern mungkin Dewi akan mengabadikan keindahan matahari tenggelam pada sore hari itu, namun nyatanya tidak seperti itu. Tujuan Dewi Kopi pergi ke pantai adalah untuk mengenang kejadian menyeramkan kala itu.

Kilas balik, tahun 1978 ketika Dewi Kopi berusia 10 tahun. Setiap hari dia selalu mendengarkan keributan antara mak dan bapaknya yang meributkan masalah kebutuhan rumah tangga mereka. Karena ketidak cukupan biaya hidup, tanpa kasihan Asmiranti menyuruh anaknya untuk bekerja serabutan. Dengan usia Dewi Kopi yang masih dini, ia hanya bisa menjual keliling ikan-ikan dari para nelayan dari Juragan Boru.

"Dewi, Juragan Boru memanggilmu," ucap nelayan yang menghampiri Dewi.

Dewi segera menutup dagangannya, "Baik Paman, Dewi akan segera menemuinya."

Setelah sampai di kediaman Boru dan...

BRAK

Dewi Kopi yang ketakutan pun tidak berani menatap wajah Boru yang menyeramkan itu. Sambil terbata-bata Dewi pun angkat bicara, "A a ada apa pak Boru memanggil saya?"

"Kamu ini niat jualan atau cuma main-main Dewi! penjualanmu hari ini hanya segitu. Bisa rugi saya."

"Maaf Pak Boru, besok saya akan mencoba berjualan ke tempat yang lebih jauh lagi."

"Awas saja ya kalau hasilnya masih tetep sama," ancam Boru.

Dewi Kopi pun bergegas meninggalkan tempat Boru dan cukup penat dengan kegiatan hari itu. Setelah sampai di rumah bukannya disambut dengan kesenangan malah Dewi mendapati orang tuanya lagi dan lagi bertengkar mempermasalahkan kebutuhan. Walaupun setiap hari bertengkar, anehnya Asmiranti enggan untuk pisah dengan Ki Tejo.

Dewi Kopi setiap hari bekerja. Dia merasa menjadi babu untuk kedua orang tuanya. Bagaimana tidak, mak dan bapaknya hanya sedikit kontribusinya untuk menghidupi keluarganya. Apalagi Asmiranti yang setiap hari selalu di rumah dan tidak melakukan apa-apa, bahkan pekerjaan rumah sekalipun. Itu semua memang karena Ki Tejo tidak mengizinkannya untuk bekerja dikarenakan tak terima jika istrinya yang cantik itu menjadi kumal dan tidak cantik lagi karena melakukan pekerjaan rumah. Dulu semua pekerjaan rumah dilakukan oleh Ki Tejo, tapi sekarang semua beralih tugas menjadi pekerjaan Dewi Kopi. Sedangkan sekarang Ki Tejo hanya bekerja sesuai mood. Keduanya sekarang hanya mengandalkan anaknya.

"Aaaaaaaa...," teriak Dewi pada pagi hari melihat sosok hitam itu lagi. Namun kali ini sosok hitam itu membawa benda aneh yang hampir saja menyelakakan Dewi.

Oh iya, pada saat umur tepat 5 tahun, Dewi pernah melihat sosok berwarna hitam yang yang pertama kalinya ada di pohon depan rumah Dewi. Namun saat itu dikarenakan Dewi masih anak kecil, dia menangis sepanjang malam sampai-sampai Asmiranti yang notabenya ibu dari Dewi Kopi pun tidak bisa membujuknya sampai ketika ayahnya membawakan minuman aneh untuknya.

Asmiranti bergegas menghampiri Dewi, tetapi tidak dengan bapaknya.

"Kamu kenapa Dewi?," tanya Asmiranti.

"I-itu ada makhluk itu lagi, tapi kali ini ia hampir melukaiku Mak."

Asmiranti berdecak sambil berkata, "ck sakit ini kuping Mak kalau kamu teriak-teriak, pergi ambil minum sana."

"M-maaf Mak"

Meskipun galak, Asmiranti tetep mempunyai kepedulian pada anak kandungnya itu.

Sangking penasarannya sama makhluk itu, pada tengah malam, Dewi Kopi pun menghampiri pohon yang ada didepan rumahnya dan ternyata ia melihat bapaknya menghampiri pohon itu. Dewi mengendap-endap mengawasi Ki Tejo. Malam hari seharusnya suasananya dingin nan sunyi tapi tak menyangka Ki Tejo mendengar suara berisik dari balik kayu-kayu samping rumah yang menunjukkan bahwa Dewi menyenggol tumpukan kayu itu dan terdengar oleh bapaknya.

Tidak sengaja Dewi melihat yang dibawa Ki Tejo ke pohon itu adalah barang-barang mistis yang tujuannya untuk meluluhkan hati seseorang. Apa yang dilakukan Ki Tejo? Tidak menyangka bahwa bapaknya juga melakukan hal seperti itu.

Setelah ketahuan akhirnya Dewi kabur dan dikejar oleh Ki Tejo. Dewi berlari dari rumah menuju pantai sambil berteriak sehingga suara teriakan itu terdengar oleh Asmiranti. Terkejut Asmiranti melihat apa yang ada di depan pohon besar itu. Dan juga ada kertas mantra-mantra segera Asmiranti bakar. Setelah mantra-mantra itu hangus, Asmiranti segera menyusul anak dan bapaknya yang lari entah kemana.

Setelah Dewi sampai disebuah pantai, ia bingung mau lari kemana lagi, sebab ia sudah lemas dan capek. Akhirnya Dewi dan Ki Tejo berhenti dengan jarak yang berjauhan.

"Akhirnya kamu berhenti Anakku," kata Ki Tejo sambil mengepal tangan seakan-akan mau menghabisi anaknya.

"Bapak ngapain tadi Pak?," tanya Dewi sambil ketakutan.

"Itulah ritual Bapak dari dulu supaya mendapatkan kembang desa seperti ibumu hahaha. Kalau tidak seperti itu mungkin kamu tidak akan ada Dewi," jawab Ki Tejo.

Beruntungnya Asmiranti segera membakar jampi-jampi tadi, kalau tidak mungkin sampai kapanpun ia akan hidup dengan pria pemalas dan miskin itu.

"Mau lari kemana kamu Dewi," Ki Tejo berusaha menghabisi anaknya karena takut apa yang anaknya lihat tadi akan disebarkan oleh Dewi dan jika hal itu terjadi maka akan membuat malu Ki Tejo karena berhasil mendapatkan hati Asmiranti dengan cara yang tidak benar.

Ketika melayangkan pukulan pada Dewi tiba-tiba Asmiranti datang dari belakang Ki Tejo dan berdiri dihadapan Dewi, sehingga pukulan itu tidak tepat sasaran.

Boru yang melihat kejadian itu bergegas mengambil kayu dan berniat menyelamatkan Dewi dan Asmiranti. Tanpa sengaja dengan niat membela diri, Boru memukulkan kayu kepada Ki Tejo sehingga menyebabkan Ki Tejo meninggal dunia. Boru segera meminta bantuan kepada anak buahnya untuk menggotong Ki Tejo ke rumah yang ditempati Asmiranti.

Akhirnya Asmiranti, Dewi dan mayat Ki Tejo dibawa kembali pulang ke rumah.

“Pangapunten,” kata yang terucap dari mulut Asmiranti kepada Boru sebab ia menyesal dulu menolak cinta pria baik hati itu yang bahkan selama ini Boru lah yang diam-diam mencukupi kebutuhan mereka dengan mengirim beras seminggu sekali ke rumah Asmiranti. Boru selalu mengutus karyawannya untuk hal pengiriman beras kepada Asmiranti, sehingga Asmeranti tidak mengetahui bahwa beras itu dari Boru. Ia menduga beras gratis yang selama ini adalah kiriman dari pak RT untuk keluarga yang kurang berkecukupan seperti keluarga Asmiranti.

“Terimakasih Mas Boru telah menyelamatkan kami. Kalau tidak, mungkin kami akan terus hidup tersiksa dengan pria tua miskin itu,” lanjut Asmiranti.

(Berasal dari bahasa Jawa, “Pangapunten/Sepurane” keduanya memiliki arti Maaf dalam bahasa Indonesia).

Tak disangka, Juragan yang terlihat galak nan acuh ini ternyata masih peduli dan tidak berpaling terhadap Asmiranti.


Jumat, 17 September 2021

MULTITALENTA


Oleh : Zumrotus Sa'diyah

Saya jatuh cinta kepada gadis anindya

Gadis yang saya jumpai secara tidak sengaja

Baswara, penuh afsun, dan ajun

Caranya berbicara,

Caranya berjalan,

Sungguh ia gadis yang anggun

Saya menyebutnya dengan panggilan si multitalent

Bagaimana tidak?

Setelah saya mengulik kehidupannya,

Saya mengetahui dia begitu sempurna

Untuk dikatakan multitalenta.

Saya benar-benar sudah jatuh hati padanya.

 

ANINDHITA (sempurna)

Oleh: Zumrotus Sa’diyah

 

22 Januari, terlahir bayi kalis

Dari ibu yang sujana.

Ibu berharap Ia menjadi anak yang sanggup menguasai buana.

Dan dituntut menjadi yang sempurna.

Ibu pikir dia apa?

Memang, tanpa ibu ia tidak bisa mndapatkan nirwana.

Tetapi bayi pion itu juga insan biasa

Yang ketika dewasa sudah bisa mengatur jalan hidupnya.


Selasa, 07 September 2021

NOSTALGIA

 Oleh : Zumrotus Sa'diyah

Desember kelabu, itu yang Reyhan katakan pada saat itu. Memang pada bulan itu cuaca tidak menentu seperti bulan Desember tahun lalu. Katanya bulan Desember adalah awal dari segalanya, tapi aku tidak tau maksud dari perkataannya. 

“Ah bodo amat lah,” kataku. Tapi sedikit demi sedikit akan kucari tahu maksud perkataanmu (Reyhan). 

Beberapa hari setelah Reyhan mengatakan itu, Reyhan pun menulis pesan singkat yang isinya seperti memberikanku kode-kode yang seolah-olah harus kupecahkan. Reyhan mengirimkan banyak emoji yang saling terhubung satu sama lain dan memiliki arti tertentu. Aku tahu ini memang aneh, aku tak pernah bertemu sosok seperti ini sebelumnya, tapi nyatanya memang begitu. 

Senja kala berlokasi didepan rumaku Reyhan datang menghampiriku untuk bertanya keadaanku, memastikan aku baik-baik saja.

 “Apa kabar, Rani?” Ucapnya sembari melambaikan tangan.

Akupun menjawab, “Kabar baik.” 

“Oh yaudah, bentar lagi, tunggu ya.” Reyhan menyahut ucapanku dan langsung pergi menjauhiku.

Reyhan pun langsung pergi entah kemana. Didalam hati aku bergumam. “ Dih apaan sih, ga jelas. Males banget.”

Ya, memang obrolan senja kami sangat singkat, sesingkat cewek-cewek berdandan. Aku mencoba mencari tahu kode apalagi yang dia berikan dalam obrolan singkat itu. Mustahil dia bicara padaku tanpa main kode.

Dengan berjalannya waktu aku semakin tertantang memecahkan teka-teki orang misterius itu dan mulai mencari tahu bagaimana kehidupannya. Aku memulainya dengan membuka story whatsapp milik Reyhan. Satu-persatu story whatsapp Reyhan kucermati ternyata ada beberapa yang aku mengerti. Reyhan memposting foto gelas yang awalnya utuh menjadi pecah dan dia mencoba menyatukan pecahan gelas tersebut dengan sebuah lem yang dimana tidak akan mungkin gelas itu menjadi utuh kembali, pasti masih ada kepingan kaca dari gelas itu yang masih berserakan.

Dari sini aku mulai paham bahwa Reyhan sedang tidak baik-baik saja. Hatinya seperti sedang berserakan seperti halnya gelas yang menjadi snap whatsappnya. Aku yang dulunya bodo amat dengan kehidupannya sekarang aku mulai memikirkan Reyhan. bukan hanya memikirkan kehidupannya melainkan masih menyusun kode awal dan mencari kode-kode berikutnya.

Malam ini dan malam-malam berikutnya aku putuskan  menyusun kata demi kata yang pernah keluar dari ucapan Reyhan si misterius itu, dengan pena kesayanganku. Aku belum menemukan jawaban pada hari itu. Ku lanjutkan hari-hari berikutnya dan aku mulai menemukan jawabannya.

Jawabannya adalah “Aku menyukaimu”. Ya, benar sekali. “Aku pikir dia juga menyukaiku.” Dengan sangat percaya diri aku mengatakan itu. Bersamaan dengan aku mencari tahu satu persatu kode tanpa sadar aku juga memikirkan Reyhan. Hebat sekali Reyhan, bisa-bisanya masuk ke dalam pikiranku, tanpa aku sadari ternyata aku sendiri yang terlalu memikirkan semua perkataannya.

“Klunting.” Suara whatsapp masuk dari handphone ku. Aku segera bergegas mengambil handphone ku dan melihat siapakah sosok pengirim pesan itu. Ternyata itu pesan dari Reyhan yang mengomentari snap whatsapp ku.

Dia mengejekku dengan mengirim gambar wajah yang mleyot-mleyot di bawahnya tertulis namaku yang dibuat dengan coretan pensil miliknya.  Aku geram pada saat itu. “Awas aja nanti kalau ketemu bakal aku pukul kau.” Balasku dengan penuh candaan.

Tiap hari Reyhan mengirimkan pesan-pesan singkat yang didalamnya terdapat teka-teki yang bermakna. Masih saja mengirim emoji-emoji yang saling terhubung. Aku heran pada diriku yang saat ini menyukai sosok yang sangat susah dipahami dan penuh dengan teka-teki seperti Reyhan.


Terlihat gravitasi diantara kita seolah saling tarik satu sama lain semacam mengakrab dekatkan. Kau memberi kode-kode rumit dan aku mengejarmu melebihi batas limit. Aku mempelajari setiap lembar cerita yang kau miliki, aku mengamati bagaimana kamu memulai paragraf dalam pembicaraan. Caramu mengatur titik koma, dan mengedepankan kolerasi kata yang nyaman untuk dibicarakan, sampai disitu aku mengerti bahwa ada sesuatu yang mendesak ingin diakui.


Jam menunjukkan pukul 23.00 dan Reyhan masih mempunyai topik pembicaraan yang membuatku semakin menyukainya. Reyhan seperti berusaha membuat aku jatuh cinta padanya tapi memang sebenarnya aku sudah mulai menyukainya. Tapi aku takut kalau ini cuma perasaanku saja yang mengharapkan sosok misterius juga humoris seperti Reyhan yang selalu mengisi hari-hariku dengan memecahkan teka-teki romantismu.

Sudah pukul 00.00 chatting masih berlanjut

“Selamat ulang tahun bray, semoga hari-harimu bahagia ya“

Hari ini, tanggal 22 Juli adalah hari ulang tahunku, ada 3 pesan masuk pada waktu itu, 2 pesan itu dari sahabatku dan 1 pesan dari Reyhan yang mengucapkan selamat ulang tahun untukku.

Semoga dihari ulang tahunku ini aku mendapatkan kebahagiaan seperti yang Reyhan katakan. Membalas pesan satu-persatu dengan mengatakan terimakasih. Aku membalas pesan Reyhan terakhir dari 2 orang temanku dan aku juga mengucapkan terimakasih kepada Reyhan. "Thanks Rey."

“Makasih juga telah menjadi alasanku bahagia,“  ucapmu.

Aku menjawab, “Bahagia? Lo bahagia kenapa, Rey?

“Bahagia menjadi temanmu, dan akan lebih bahagia jika kamu menjadi kekasihku,“ cetus Reyhan.

Ah bagaimana aku bisa tidur kalau gini, Reyhan membuatku susah tidur saja, tapi gimana cara jawabnya? aku benar-benar bingung, gumamku dalam hati.

Aku mengejeknya. “Kutuk jadi batu kau ya, berani-beraninya bercanda seperti itu.”

5 menit kemudian barulah dia membalas pesanku

“T-tapi aku serius, gimana dong?”

“Gimana apanya?

“Ya, kamu mau nggak kalau kita jalani saja dulu? Kalau nggak mau nanti aku paksa.”

“Kalau aku jawab mau kamu jangan rol depan ya, kasian nanti capek, udah malam juga nanti malah dikira kesurupan, hahaha. Yaudah aku tidur dulu ya.”

Sebelum tidur tak lupa Reyhan mengucapkan selamat malam kepadaku  yang katanya pacar barunya, hahahaha.

“Good night Rani, Sweet dream”

 Ucapannya yang manis menjadi pengantar tidurku yang paling romantis.

Hari-hari berlalu dengan sangat bahagia, menatap wajahnya seakan tidak ada beban yang dia rasakan ketika bersamaku. Kita menghabiskan waktu dengan kebahagiaan, tertawa bersama merancang masa depan, seakan dunia hanya milik mereka yang sedang jatuh cinta.

Reyhan menatapku, aku menatapnya, kita saling tatap dan Reyhan berjanji akan menetap.

39 hari setelah itu kami jarang contact apalagi bertemu, karena memang aku yang jarang ada waktu untuknya. Saat ini aku sedang sibuk mengerjakan tugas yang tiada henti mengalir setiap hari seperti air pegunungan yang murni dan Reyhan pun memakluminya.

Ucapan semangat dari Reyhan selalu menyertaiku setiap hari tanpa henti. Ketakutanku jika Reyhan mulai bosan dengan keadaan yang memaksa untuk berada di titik sekarang. Dengan santainya kamu menjawab, “Semua akan baik-baik saja.”

Hari-hari berlalu percakapan mulai singkat, aku berusaha membuat keadaan tetap berada di posisi ternyaman miliknya dulu. Tapi aku merasa Reyhan sudah mulai bosan dengan keadaan sekarang. Aku takut Reyhan sudah mempersiapkan penggantiku yang lebih banyak meluangkan waktu untuknya.

Aku memiliki sebuah kejanggalan disini. Maulida sahabatku memposting sebuah foto sepasang kaki yang bersepatu, badan dari kaki tersebut seperti sedang duduk diatas kursi depan Maulida. Sepatu yang Maulida posting mirip dengan sepatunya Reyhan. “Mungkin hanya mirip lah, Pabrik gak mungkin memproduksi satu barang saja," kataku. Tapi, letak kejanggalannya ketika Maulida menghapus postingannya setelah aku melihatnya.

Ditengah obrolan whatsapp yang singkat Reyhan masih bisa membuatku tertawa lepas tanpa ingat kalau tadi pusing karena tugas. Sampai pada suatu hari tanpa memikirkan perasaanku, Reyhan datang kerumahku untuk memutuskan hubungannya denganku tanpa aku tahu alasan darinya. Dan itu bertepatan pada bulan Desember tahun ini. Semua kode sudah terpecahkan, semua sudah terselesaikan. Memang benar kata Reyhan bulan Desember kelabu. Peristiwa ini seperti semua sudah Reyhan rancang dari satu tahun yang lalu.


Aku tidak akan lupa bagaimana dia mengajariku bahagia, hingga  kini mengajariku berduka. Aku tidak akan lupa bagaimana dia mengajariku ramai hingga kini mengajariku sepi. Aku tidak akan lupa dia mengajariku seutuhnya hingga kini mengajariku sebutuhnya.


Yang aku takutkan kini terjadi. Mencoba ikhlas walaupun harapanku menjadi pasangan hidup Reyhan kini kandas. Aku pun sadar kalau memang ini salahku yang tidak bisa meluangkan banyak waktu untuknya. Aku mencari tahu alasan Reyhan dengan selalu mengartikan semua postingan barumu dan ternyata kamu lagi dekat dengan Maulida sahabatku.

Saat aku sibuk mengerjakan tugas sekolahku Reyhan mencaritahu kabarku dengan menanyakan sahabatku Maulida. Cukup tau saja, mungkin sepatu itu benar milik Reyhan. Mau menyalahkan siapa aku juga tidak tahu, Sebab ini memang salahku yang jarang memberi kabar untuk Reyhan hingga kini Reyhan jatuh kepelukan sahabatku. Tidak akan ada yang bisa menyalahkan sebuah rasa yang memang datangnya secara tiba-tiba kepada Reyhan dan temanku. Iya, temanku.

Senja yang aku banggakan telah hilang, indah namun sesaat.

 

Penasaran dengan kelanjutan kisah Rani? Ikuti terus update ceritanya yuk



Baca Juga : Gadis galau dan playboy tampan

FILANTROPI

 

Oleh: CAA

Lupa lokasi di bulan Mei

Gadis kilometer sebelah menarik memori

Kedua remaja itu sudah memadu janji

Janji tak sampai mati, mati jangan sampai berjanji

Apa aku yang keliru?

Atau aku yang tak sanggup mengimbangi?

Hingga gadisku lepas dari jangkauan

Rasa ini tumbuh sendirian

Selanjutnya kita asing tak terbaca sejarah

Matamu masih merefleksikan setiap reminisensi

Mengisyaratkan peristiwa tempo dulu

Biar aku mengutarakan jika aku menyukaimu


WABAH MELANDA, KEADILAN KURANG ADA

 

Oleh : Nita Ayu Anggraeni


Hai kaum pembesar, dimana keadilanmu?

Wabah melanda semakin besar

Semakin kurang penanngannya

Hingga terlalu banyak tubuh berjatuhan


Tiada yang mampu menahannya

Engkau para kaum pembesar,

Hanya bisa merasakan gemilang harta,

Diatas penderitaan kami rakyat kecil.


Tangisan menggema dinegriku

Tapi dimana kini keadilanmu?

Kami letih akan tangisan kami

Kami haus akan keadilan


Ketika negeri kita seharusnya,

Tempat untuk pulang Namun sekarang,

Banyak tangisan darah yang merintih

Kehilangan keluarga yang tersayang.


Senin, 06 September 2021

Lockdown

  Oleh : Zumrotus Sa’diyah

Bumiku kini menjadi sunyi

Hampir tak ada suara kendaraan yang dulu menghiasi jalanan

Semua orang kini takut mati

Padahal mati hanya rahasia sang illahi

Mobil ambulance saat ini seperti telah menjadi preman yang menguasai jalanan

Suara kendaraan yang biasanya membuat jalan menjadi ramai

Kini tergantikan dengan suara khas kendaraan baru yang menakutkan itu

                                                Libur panjang…                 

Ini kan yang sebenarnya kamu inginkan?

Sungguh mengerikan…

Menurutmu, sepi itu menyenangkan?

Tugas semakin hari semakin bertambah seperti halnya berita penambahan pasien di televisi itu

Dan ini sungguh mimpi terburukku…

Temanku…

Jangan hilang karena ini ya…

Aku masih membutuhkanmu dikala kesedihanku

Membutuhkanmu untuk menghiburku

                                                                                                                       

Cerita pendek berjudul pangapunten diciptakan oleh zumrotus

  PANGAPUNTEN 22 Januari 1968 lahirlah putri dari Sri Asmiranti dengan Ki Tejo, pria tua yang miskin. Mereka menamai putrinya dengan nama ...